Freelancer VS Karyawan
Minggu, April 15, 2018
Freelancer dan Karyawan, lebih enak mana?
Mungkin pandangan seorang freelancer terhadap karyawan
biasanya seperti ini “Enak ya yang kerja di kantor dapat tunjangan ini itu,
dapat gaji tetap juga. Setiap bulan udah pasti gajian. Nggak kayak saya
gajiannya nggak nentu. Nggak ada tanggal muda atau tua. Secairnya invoice aja. Nggak
ada yang namanya tanggal merah, semua tanggal sama. Bahkan seringkali weekend
pun masih kerja. Tergantung deadline dan klien”
Dan pandangan seorang karyawan terhadap freelancer biasanya
seperti ini “freelancer mah enak, waktu kerjanya bisa bebas. Suka-suka kapan
dia mau kerja. Tempat kerjanya pun bisa dimana aja dia mau. Bisa di café, di
rumah atau di taman. Bisa libur kapan aja dia mau”.
Seringkali aku mendengar perbandingan-perbandingan antara freelancer dan karyawan. Atau mungkin aku juga malah ikut-ikut membandingkan?
Yap dulu sebelum aku tau seperti apa rasanya, aku juga
ikut membandingkan.
Tapi, setelah aku merasakan jadi freelancer ataupun
karyawan, tak pernah lagi aku membandingkan. Semua mempunyai plus minusnya
masing-masing. Tergantung cara kita mensyukurinya.
Saat pertama lulus dari bangku putih abu aku
langsung merasakan bagaimana menjadi seorang karyawan, yang masuk jam 8 pagi, pulang
jam 4 sore atau lebih dari jam 4 karena harus lembur.
Waktu pertama kali aku menjadi seorang karyawan aku
belum mengenal dunia freelancer. Aku baru mengenal dunia freelancer setelah kira-kira
tiga atau empat tahun menjadi karyawan. Saat itu aku baru mengenal orang-orang
yang bekerja secara freelance.
Dalam benakku mengatakan “kok enak sih dia, bisa
dapat uang tapi bisa liburan kapan pun dia mau”. Hingga akhirnya terlintas
fikiran untuk resign dan jadi freelancer saja.
Padahal saat itu aku belum tau pekerjaan freelance
apa yang akan aku kerjakan. Karena freelance bekerja secara mandiri, maka harus
mempunyai skill khusus. Seperti, seorang penulis lepas, pelukis, tukang design
dan lain sebagainya. Atau kerja freelance pada saat ada event tertentu.
Akhirnya pada tahun 2016 kalau tidak salah, aku
resmi menjadi freelancer selama beberapa bulan.
Gimana rasanya jadi freelancer?
Wahh luar biasa. Awal-awal ada perasaan lega karena
bisa terbebas dari aturan-aturan perusahaan, bisa bangun lebih siang, atau bisa
pergi kemanapun tanpa harus menunggu weekend. Pada saat menjadi freelancer
pergi saat weekday itu lebih menyenangkan.
Pekerjaan freelance pertama yang aku dapatkan adalah
bergabung dengan sebuah event organizer yang saat itu ada acara dan membutuhkan
tenaga freelancer. Acara saat itu diadakan di salah satu hotel di Jakarta. Karena
acara berlangsung selama lima hari, aku diberikan fasilitas menginap di hotel
selama lima hari. Tugas aku saat itu tidak begitu berat, hanya mengurusi kamar
tamu yang mengikuti acara saat itu.
Salary yang didapat juga lumayan untuk pekerjaan
yang hanya lima hari. Selain dikasih fasilitas kamar hotel, makan selama di
sana juga ditanggung. Apalagi acara di hotel, itu yang namanya makanan melimpah. Kerja rasa
nggak kerja, karena kerjanya bolak balik ngunyah. Bosan dengan makanan hotel
bisa keluar beli jajanan.
Tapi lagi-lagi itu hanya pekerjaan selama lima hari.
Setelah aku menyelesaikan pekerjaan itu, aku mulai belajar menulis artikel. Karena
kalau aku tidak belajar menulis artikel, pekerjaan freelance apalagi yang bisa
aku kerjakan?
Saat bekerja di hotel aku mendapat kenalan seorang
jurnalis yang mau mengajarkan aku menulis artikel. Pertama belajar, di suruh
banyak membaca contoh artikel. Karena, kaidah penulisan artikel berbeda dengan
menulis fiksi.
Aku kembali lagi mengulang pelajaran Bahasa
Indonesia yang dulu pernah diajarkan di sekolah, mengenai paragraf deduktif dan
induktif. Lalu dari topic yang mau kita tulis, tentukan terlebih dahulu 5W + 1H
nya. Belajar membuat outline karena itu akan memudahkan dalam menulis.
Saat sudah mulai lancar, barulah aku menemukan
pekerjaan freelance baru, yaitu menulis artikel. Tak banyak kata yang aku tulis
dalam artikel, hanya 300-500 kata saja.
Saat aku menjadi freelancer tak jarang teman ku yang
berkata “enak banget sih lu Win jalan-jalan mulu”. Gimana tidak jalan-jalan? Ya
karena memang kerjanya sesuka aku dimana aku mau. Asal nggak lewat dari
deadline. Dilihatnya jalan-jalan, padahal sama-sama lagi kerja. Hanya beda
tempat saja, dia menetap dalam ruangan kantor, aku bisa dimanapun. Kalau sedang
malas keluar atau biar hemat nggak jajan, aku bakal kerja di rumah.
Beberapa bulan menjadi freelancer, akhirnya aku
mulai jenuh. Benar, orang melihat kita enak yang bisa kerja suka-suka. Aslinya stres kerja pun juga sama dirasakan oleh seorang freelancer.
Setelah aku merasakan, ternyata freelancer tak
seindah dalam bayangan. Kalau sedang deadline, hari Minggu pun tetap kerja. Dan
aku harus memikirkan judul artikel apa yang akan aku tulis besok.
Lebih kesalnya lagi saat invoice telat cair. Tiba-tiba
langsung rindu gaji bulanan hahah
Seketika langsung membandingkan, enak waktu jadi
karyawan, setiap bulan gajinya sudah pasti. Kalau freelancer gajinya nggak
tentu.
Saat sudah mulai jenuh dan lelah harus memikirkan
judul setiap hari, aku pun mulai mencari-cari pekerjaan di perusahaan lagi. Saat
diterima disebuah perusahaan aku pun harus membiasakan diri lagi, bahwa aku
sudah tidak bisa lagi bekerja dengan waktu suka-suka.
Karena aku sudah merasakan menjadi keduanya, aku
tidak akan menganggap enteng seorang freelancer lagi. Walaupun mereka terlihat
seperti banyak main, tapi sebenarnya mereka orang-orang kreatif yang terkadang
waktu kerjanya seorang freelancer bisa lebih banyak dari seorang karyawan.
Kalau aku ditanya apa aku mau menjadi freelancer
lagi?
Jawabannya MAU. Tapi, nanti kalau sudah menikah
hahah
Etapi, kalau sudah menikah mau berbisnis aja deh. Apalagi
kalau bisnisnya bareng suami. Hahah udah ah halunya nanti jadi kemana-mana.
Inti dari tulisan kali ini, syukuri apapun profesi
kita. Ingat, bahwa Allah memberikan apa yang kita butuh, bukan yang kita ingin!
Salam,
Anak bungsu!
0 komentar